Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Featured Posts

Selasa, 13 November 2012

Minggu, 07 Oktober 2012

Kesenjangan Sosial di Balik Megahnya Gedung Pemkab Tuban

Sindiran kata-kata ‘orang miskin dilarang sekolah dan orang miskin dilarang sakit’ ternyata ada kalanya betul. Di tengah kesulitan ekonomi seperti sekarang ini, membuat anak jalanan makin bertambah banyak. Hal tersebut terlihat jelas di tempat-tempat keramaian Kota Tuban, tepatnya di alun-alun dan terminal wisata Tuban Jalan AKBP Suroko.
Hal tersebut sangat tidak wajar, ketika Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban berdiri megah dengan 3 lantai yang full AC, namun kontradiksi dengan pemandangan di depan dan sebelah barat. Di mana terdapat banyak kaum Rombongan Muka Susah (Romusa) yang berkeliaran membutuhkan uluran tangan kaum-kaum elit.
Melihat ketimpangan sosial yang sangat tidak wajar tersebut, membuat mantan aktivis Perempuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Nunuk Fauziyah terketuk hatinya untuk membuat Taman Belajar atau yang sering disebut ‘sekolah anak jalanan’ yang dilakukan dalam seminggu sekali bertempat di Alun-alun Tuban.
“Kegiatan seperti ini, sudah kami lakukan sejak tahun 2011 lalu bersama teman-teman yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Tuban,” ujar Nunuk Fauziyah di sela-sela kegiatan sosialnya itu, Minggu (17/6/12) sore.
Memang tidak semua pelajaran yang ada di sekolah diajarkan oleh Nunuk dan kawan-kawannya, namun Nunuk dan kawan-kawannya lebih memfokuskan kepada apa yang menjadi kebutuhan anak di zaman yang serba modern ini. Seperti belajar bagaimana mengoperasikan komputer, Bahasa Inggris, dan yang lebih fokus diajarkan Nunuk dan kawan-kawannya adalah belajar membaca, agar nantinya, meskipun mereka hidup di jalanan namun tidak buta huruf. Sehingga di manapun mereka berada bisa membaca, meskipun itu hanya sesobek koran yang tidak terpakai.
Perempuan kelahiran Lamongan 10 Juni tersebut, membuat kegiatan belajar itu tidak hanya untuk anak jalanan dan pengamen yang memang itu tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah, tapi sampai anak putus sekolah pun ikut bergabung dalam kegiatan belajar itu.
Pasalnya, kebanyakan anak yang putus sekolah ini adalah anak yang di sekolahnya terdapat kesenjangan sekolah antara anak orang miskin dan anak orang kaya. “Saya tidak punya teman kalau di sekolah dan terkadang sering dihina oleh teman-teman saya yang anaknya orang kaya. Kalau di sini saya lebih nyaman,” ujar salah satu murid Sekolah Anak Jalanan.
Nunuk Fauziyah juga menambahkan, bahwa salah satu penyebab anak putus sekolah itu dikarenakan di sekolahnya mereka selalu terkucilkan oleh teman-teman. Sehingga mereka tidak betah dan lebih memilih menjadi pengemis di jalanan.
“Sebenarnya anak-anak ini sangat berpotensi semua, dan sangat mempunyai kemauan keras. Namun mereka kurang perhatian dari Pemerintah dan arahan oleh orang tua juga,” tambah Nunuk Fauziyah yang juga Ketua KPR itu.
Saat dikonfirmasi lebih detail mengenahi dana kegiatan tersebut, Nunuk mengatakan bahwa semua dana yang mereka keluarkan itu murni dana dari iuran temen-teman KPR. “Dana ini murni dari iuran sahabat-sahabat yang peduli dengan keadaan nasib anak jalanan,” jelasnya.
Nunuk berharap, Pemerintah lebih peka terhadap rakyat-rakyat yang masih membutuhkan uluran tangan untuk mengenyam pendidikan yang layak, daripada selalu memperbaiki gedung Pemkab yang sebenarnya masih layak. Masih banyak orang-orang yang membutuhkan uluran tangan di sekeliling megahnya Gedung Putih itu (sebutan gedung Pemkab Tuban).

Senin, 23 Juli 2012

KPR News- Rabu, 11 Juli 2012 sebanyak 40 peserta pelatihan dan pendampingan Pengelolaan SDA Lokal "Membangun dan Mengembangkan Basis Ekonomi Melalui Pelatihan Dan Pendampingan Masyarakat Desa" Di Wilayah Eksplorasi PT. Semen Gresik melakukan Study Banding di Kampung Batik Herbal Imogiri Yogyakarta.

Study banding ini dilakukan oleh Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) bekerjasama dengan PT. Semen Gresik selama 6 bulan. Ini merupakan fase keempat setelah dilakukan fase sebelumnya yaitu interview, opening program dan pelatihan capacity building.

Fase ini dilakukan selama satu hari penuh dan dipandu langsung oleh Bapak Ahmadi, Ketua paguyuban kampung batik herbal. Para peserta diajak untuk berkeliling di kampung tersebut guna melihat beberapa kelompok yang sedang melakukan proses membatik. Selain hal tersebut, peserta juga melakukan sharing tentang alur membatik mulai dari proses awal hingga menjadi batik siap jual di pasaran.

Untuk melakukan sharing dengan warga di kampung tersebut, peserta dibagi menjadi 2 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 20 perempuan dan didampingi 3 orang pendamping. Rombongan kelompok pertama mengunjungi kelompok Sekar Arum yang diketuai oleh pak Ahmadi. Rombongan kelompok kedua mengunjungi kelompok Sekar Kedaton yang diketuai oleh Pak Jazir Hamid.

Para peserta berdiskusi secara langsung dengan anggota dari kelompok batik tersebut. Selain itu juga terjadi tanya jawab tentang cara melakukan pewarnaan dengan menggunakan pewarna yang berasal dari tumbuhan. Setelah melakukan kunjungan peserta terlihat antusias untuk bisa segera melakukan pelatihan membatik.

"Setelah melihat dan mendengar secara langsung tentang proses membatik, saya jadi tidak sabar untuk mencoba. Dan saya harap pelatihan di Tuban segera dilaksanakan", kata Ibu Nurjannah salah satu peserta yang berasal dari Desa Tuwiri Kulon.

Study banding ini memang dimaksudkan untuk bisa memberikan motivasi dan gambaran kepada para peserta. Terutama pemahaman dalam memanfaatkan tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar untuk diolah menjadi barang bernilai ekonomi.

"Ini merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh KPR untuk memberikan motivasi kepada peserta. Selain itu juga memberikan pemahaman secara langsung tentang proses pewarnaan batik herbal", kata Nunuk Fauziyah ketua Koalisi Perempuan Ronggolawe. "Tujuannya untuk memanfaatkan tumbuhan yang tidak bernilai supaya diolah menjadi produk yang layak jual. Dalam hal ini tumbuhan baik kulit ataupun daun-daunan dijadikan bahan dasar pewarna batik", imbuh perempuan berkerudung coklat tersebut.(TSU)








Minggu, 27 Mei 2012

HIDUP SEHAT KARENA ALAM


KPRNews-Program Keaksaraan Fungsional (KF) sudah memasuki bulan keenam dan akan berakhir. Progam ini dimuali pada bulan Desember 2011 sampai Mei 2012. Senin, 22 Mei 2012 Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) bersama warga belajar KF menggelar praktek life skill pembuatan obat herbal di Balai Desa Tahulu Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban.

Acara dimulai jam 15.00 wib dan dihadiri sebanyak 74 orang.  Praktek pembuatan obat herbal dihadiri oleh warga belajar KF, komunitas KPR, Kepala Desa Tahulu serta  Penilik dari UPTD Kecamatan Merakurak. 

“Saya selaku Kepala Desa Tahulu senang dan berterimakasih kepada KPR yang telah mencerdaskan warga saya. Selain itu juga diberi keterampilan membuat jamu sendiri sehingga bisa memanfaatkan potensi alam,” ujar Bapak Waris ketika memberikan sambutan di balai desa ketika acara berlangsung.

Praktek pembuatan obat dalam KF ini akan meramu tiga jenis obat. Yaitu, obat linu gosok, linu untuk diminum, obat tidur atau penenang dan obat mag. Dan keseluruhan obat ini dibuat dengan menggunakan bahan dasar dari Sumber Daya Alam (SDA) lokal.

Bahan yang digunakan terdiri dari rumput liar dan empon-empon. Tanaman yang dibuat untuk obat herbal antara lain, daun murbei, kumis kucing dan keci beling. Hal ini bertujuan untuk memanfaatkan tumbuhan yang tumbuh disekitar rumah warga.

Kegiatan ini  juga memberikan wacana kepada warga untuk kembali hidup sehat secara herbal. Karena selama ini mereka sering mengkonsumsi obat kimia yang dijual bebas dipasaran. Selain juga harga yang mahal obat  juga mengandung bahaya bagi kesehatan tubuh.

“Selama ini kalau pegel linu  ya saya beli obat di toko. Belum tahu jika rumput dan bumbu dapur bisa dibuat minyak urut,” kata bu Sampunah WB dari kelompok jamu sehat. “Sekarang sudah tahu caranya dan bisa buat sendiri di rumah. Apalagi daun murbei dirumah saya banyak sekali,” tambah perempuan separuh baya tersebut.

Ini adalah kali kedua KPR melakukan pendidikan KF dengan memberikan life skill meramu obat herbal. Yang pertama dilakukan tahun 2011 di Kecamatan Palang dan Semanding yang diikuti sebanyak 800 wb.

“KPR melakukan life skill pembuatan obat herbal karena Tuban merupakan daerah subur yang banyak ditumbuhi tanaman. Dan tanaman tersebut ternyata dapat dimanfaatkan menjadi obat. Selain itu juga warga Tuban di daerah pedesaan kan tergolong miskin. Itulah yang mendasari KPR melakukan pendidikan dengan lifeskill meramu obat,” kata Nunuk Fauziah Ketua KPR. “Selain itu obat herbal juga tidak beresiko seperti obat kimia yang mempunyai efek samping. Yang lebih penting lagi adalah warga bisa membuatnya dengan memanfatkan tumbuhan liar yang tumbuh dipekarangannya sendiri,” tambah perempuan berkerudung hitam tesebut. (Tsu)



Rabu, 04 Januari 2012